Dirut Pertamina Patra Niaga jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi, Rugikan Negara Rp193 Triliun

diterbitkan: Selasa, 25 Februari 2025 10:17 WITA
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dikawal memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang (Dok: ANTARA Foto)

JAKARTA – Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan sebagai tersangka dugaan korupsi bersama 3 petinggi Pertamina lainnya dan 3 pemimpin perusahaan swasta dengan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.

Penetapan tersangka dugaan korupsi tata kelola minyakdilakukan Senin malam, 24 Februari 2025, beberapa jam setelah Riva menerima penghargaan berupa 12 medali emas Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) Tahun 2024 dan 61 PROPER Hijau, yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup.

Riva ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional SDS (Sani Dinar Saifuddin),  CEO PT Pertamina International Shipping YF (Yoko Firnandi), serta AP (Agus Purwono) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

Baca juga  Syarwani: TMMD ke 119 di Bulungan Selaras dengan Program Prioritas Pemkab

Tersangka lain adalah MKAR (Muhammad Kerry Andrianto Riza) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, kasus ini terjadi pada 2018–2023, ketika ada ketentuan pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.

Baca juga  Tebar Kebaikan dan Energi Kebersamaan, KPI Balikpapan Gelar Iftar Jama’i dan Santunan

Akan tetapi, ujar Qohar, tersangka RS, SDS dan AP melakukan pengkondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

Pengkondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.

Pada saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis. Maka, secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.

Baca juga  Aktifkan Satgas RAFI, Pertamina Komitmen Layanan Energi Selama Ramadhan dan Idul Fitri 1445 H di Kaltim Terpenuhi

Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional mengimpor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang.

“Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,”tutupnya.

Bagikan:
Berita Terkait