DPRD Kutim Temukan Laporan Fiktif dan Dugaan Penyimpangan dalam Laporan Serapan Dana Desa di Kutim

diterbitkan: Selasa, 5 Agustus 2025 05:41 WITA
Anggota DPRD Kutim, Sabaruddin

KUTAI TIMUR – Serapan Dana Desa (DD) di Kutai Timur (Kutim) tahun anggaran 2024 tercatat mencapai 99 persen. Meski tampak impresif, Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kutim justru menemukan berbagai persoalan serius dalam pengelolaan dana tersebut.

Ketua Pansus, Shabaruddin, mengungkapkan hasil investigasi melalui audit dokumen dan kunjungan ke sejumlah desa sampel. Hasilnya, ditemukan indikasi laporan fiktif, ketidaksesuaian data penggunaan dana, serta keterlambatan pelaporan keuangan oleh pemerintah desa.

Baca juga  Polda Kaltara Gelar Jumat Curhat di Pondok Pesantren Fatimah Az-Zahra, Dirbinmas Hadir Langsung

“Capaian 99 persen tidak serta merta menunjukkan keberhasilan jika di lapangan masih terjadi penyimpangan dan pelaporan yang tidak akurat,” tegas Shabaruddin melansir dari Beritasatu.com.

Atas temuan tersebut, DPRD Kutim secara tegas merekomendasikan kepada Inspektorat Wilayah (Itwil) untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap minimal 20 persen desa yang memiliki alokasi belanja terbesar atau menunjukkan indikasi penyimpangan.

Baca juga  Jokowi Bakal Ngantor di IKN, 40 Hari Jelang Akhir Masa Jabatan

Langkah ini dianggap krusial untuk menjamin akuntabilitas pengelolaan Dana Desa serta mencegah potensi kebocoran anggaran yang bisa merugikan masyarakat. Tidak hanya itu, Pansus mendorong pembenahan sistemik melalui pengembangan Dashboard Dana Desa berbasis digital.

Platform ini diharapkan mampu menyajikan data serapan anggaran, realisasi kegiatan, dan capaian program secara transparan dan dapat diakses oleh publik serta DPRD Kutim secara real time.

Baca juga  Kapolda Kaltara Bersilaturahmi dengan Awak Media dalam Rangka HUT ke-7 SMSI

“Dashboard ini akan memungkinkan adanya pengawasan partisipatif dan pengambilan keputusan berbasis data,” paparnya.

DPRD Kutim menegaskan dengan terus meningkatnya alokasi dana desa setiap tahun, tata kelola yang profesional, transparan, dan bebas dari penyimpangan harus menjadi prioritas. Dana desa harus menjadi instrumen pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar angka serapan dalam laporan tahunan.

Bagikan:
Berita Terkait