ATR/BPN Tegaskan, Eigendom Verponding tak Lagi Berlaku Sebagai Hak Kepemilikan Lahan

diterbitkan: Selasa, 11 Maret 2025 02:15 WITA
ATR BPN Berau
Kantor ATR/BPN Berau, Jalan Murjani 1 Tanjung Redeb.

TANJUNG REDEB – Pemerintah sudah tak mengakui keberadaan alas hak tanah yang dibuktikan melalui surat Eigendom Verponding, atau pembagian tanah yang populer di era kolonial Belanda.

Status eigendom pun telah dicabut, setidaknya melalui beleid yang diteken pemerintah pada tahun 1980, melalui Undang-Undang Nomor 5 tentang Pokok Agraria.

Kendati demikian, praktik klaim kepemilihan lahan dengan metode tersebut masih dilakukan oleh beberapa pihak yang mendapatkan warisan tanah dari zaman penjajahan.

Kepala Kantor ATR/BPN Berau, Jhon Palapa, menerangkan bahwa pada Pasal 1 UUPA, Ayat 3 menyebutkan sejak penghapusan alas hak tersebut, setiap pihak yang mengklaim memiliki eigendom diberikan kesempatan 20 tahun untuk mengonversinya menjadi Sertifikat Hak milik atau SHM sejak UU tersebut diberlakukan.

Baca juga  Mencari Besi, Ardi Hilang di Sungai Bebanur

“Tanah itu harus dikonversi, bila itu eigendom,” kata Jhon, saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Senin (10/3/2025).

Aturan tersebut juga dipertegas dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8/2021, pada Pasal 95 tentang hak barat (warisan Belanda) yang tak lagi berlaku. Dengan otomatis, tanah tersebut dikuasai oleh negara.

Dia menerangkan bahwa secara teknis, pengukuran tanah yang menggunakan eigendom sukar dilakukan. Sebab, teknis pengukuran tanah di era penjajahan dahulu sudah tak semodern saat ini.

Baca juga  Cegah Uang Palsu, BPD Kaltimtara Imbau Warga Bagikan THR Idul Fitri Secara Digital

“Hak barat ini kita tidak bisa menentukan koordinatnya,” kata dia.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa yang diakui pemerintah saat ini, penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dapat dilandaskan melalui dua bukti kepemilikan.

Pertama, melalui surat kepemilikan tanah atau SKPT yang diterbitkan oleh kecamatan, dan kedua, melalui surat keterangan penguasaan fisik tanah.

Hal itu diatur dalam beleid Perda Berau Nomor 5/2019 tentang Penyelenggaraan Administrasi Penguasaan Tanah Negara.

“Ini dibuktikan dengan kesaksian lurah dan camat di lokasi bidang tanah,” sebutnya.

Jhon mengaku sudah pernah menjadi mediator dalam kasus tanah yang didasari eigendom. Saat itu, pihaknya telah mensosialisasikan ketentuan yang berlaku saat ini.

Baca juga  Dua Calon Bupati di Kaltim Didiskualifikasi MK, KPU Kaltim Godok PSU

Sosialisasi tersebut dilaksanakan sebagai upaya untuk meminimalkan potensi konflik yang terjadi antara pihak yang bersengketa.

“Sudah pernah kami sampaikan langsung ke pihak yang bersengketa,” ujar pria berkacamata itu.

Di akhir, dia menegaskan bahwa tak ada aturan lain yang berlaku selain beleid yang telah ia beberkan sebelumnya. Kekuatan alas hak hingga sertifikat menjadi acuan, hingga di meja pengadilan.

“Kalau yang menentukan tetap pengadilan, tapi yang kami terbitkan adalah SHM,” tegas dia. (*)

Bagikan:
Berita Terkait