SAMARINDA – Wali Kota Samarinda, Andi Harun membeberkan hasil pengujian BBM jenis Pertamax yang dilakukan bersama dengan lembaga independent dari Politeknik Negeri Samarinda (Polnes).
Andi Harun menuturkan, ada tiga sampel yang diambil dari kendaraan masyarakat yang mengalami masalah. Hasilnya, Research Octane Number (RON) alias kualitas bahan bakar tersebut di bawah standar, dengan rincian Sampel 1 memiliki RON 86,7 dan RON 89,6 serta yang terakhir 91,6.
“Kami kerja sama dengan Polnes, ini untuk merepons keluhan masyarakat,” tegas Andi Harun.
Dua jenis sampel BBM yang diambil, menunjukkan BBM jenis Pertamax memiliki RON di bawah 90. Sementara dari informasi yang dihimpun dari laman resmi Pertamina, BBM jenis Pertamax seyogyanya memiliki RON 92, dan RON 90 untuk BBM jenis Pertalite.
Artinya, dua sampel yang diuji menunjukkan kualitas BBM Pertamax yang digunakan masyarakat, bahkan berada di bawah standar RON untuk BBM jenis Pertalite.
Penelitian dilanjutkan pada sampel ketiga dengan RON tertinggi, yakni 91,6. Sayangnya, penelitian menunjukkan ada empat parameter yang tidak sesuai standar Pertamax: kandungan timbal tinggi (66 ppm), kadar air sangat tinggi (742 ppm), total aromatik berlebih (51,16%v/v), dan kandungan benzen tinggi (8,38%v/v).
Lebih lanjut, uji laboratorium dengan SEM-EDX dan FTIR mengungkap adanya kontaminan logam berat seperti timah (Sn), rhenium (Re), dan timbal (Pb). Zat-zat ini memicu pembentukan hidrokarbon kompleks dan polimer seperti polyethylene dan polipropilina, yang menyebabkan terbentuknya gum penyumbat sistem injeksi bahan bakar.
“Kesimpulannya, kerusakan kendaraan disebabkan oleh kualitas BBM yang tidak layak konsumsi. Ini bukan karena kesalahan pengguna, tapi karena BBM sudah dalam kondisi rusak,” tutupnya.