PENAJAM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Penajam Paser Utara (PPU) menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan abu batu fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) PPU.
Salah satu tersangka yang ditetapkan merupakan pegawai honorer bidang Bina Marga Dinas PUPR PPU berinisial MT yang juga merupakan manajer di PT BRT. Perusahaan tersebut memenangkan kontrak pengandaan abu batu untuk Dinas PUPR PPU dalam tahun anggaran 2023.
“Penetapan Tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan rangkaian penyelidikan dan alat bukti telah dinyatakan lengkap,” kata Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari PPU, Eko Purwanto.
Eko mengungkapkan, kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan DR selaku staf honorer mengetahui adanya anggaran pengadaan abu batu dan batu pecah di APBD Perubahan 2023 pada Bidang Bina Marga Dinas PUPR PPU. Kemudian DR menghubungi MT agar mengikuti pengadaan abu batu dengan volume 4.500 meter kubik.
Namun, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menunjuk PT BRT untuk melaksanakan pengadaan abu batu sebanyak 2.250 meter kubik. Hasil keputusan PPK tersebut kemudian DR menginformasikan ke MT bahwa hanya mendapatkan pekerjaan pengadaan abu batu sebanyak 2.250 meter kubik.
Tersangka MT pun keberatan kepada tersangka DR lantaran pekerjaan yang didapatkan tidak sesuai yang dijanjikan. Kemudian tersangka DR membuat surat pesanan fiktif tanpa sepengetahuan PPK dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk mendapatkan pembayaran dari surat pesanan fiktif sebesar Rp1,297 miliar.
“Pagu anggarannya sebenarnya sebesar Rp1,4 miliar, tetapi yang masuk ke rekening perusahaan setelah potongan pajak hanya Rp1,297 miliar. Maka itu yang dianggap kerugian negara,” jelasnya.
Untuk memuluskan aksinya, kata Eko, tersangka DR melakukan pemalsuan tanda tangan dan mengelabui atasannya. Untuk mendapatkan tanda tangan atasannya, DK berdalih bahwa dokumen yang sebelumnya yang ditandatangani atasannya terdapat kesalahan.
“Padahal itu kebohongan tersangka DR, dokumen yang ditandatangani atasannya sebelumnya itu tidak ada kesalahan. Tapi yang disodorkan adalah dokumen pengadaan fiktif itu. Hasil penyidikan bahwa DR juga sempat mengotak-atik komputer milik Kabid Bina Marga sebelumnya. Kabid sebelumnya mengaku tidak sadar kalau komputernya habis diotak-atik oleh stafnya tersebut karena yang bersangkutan tergolong tidak memiliki pengetahuan mendalam soal teknologi,” pungkasnya.